DRAFT - Cave Inimicum [FICTION]
Cave Inimicum
1970, London, Inggris
Seorang
gadis memakai gaun victorian berwarna jingga tampak melongok dari jendela
kereta kudanya. Wajahnya tirus dengan rambut panjang hitam bergelombang.
Matanya tampak besar dengan iris berwarna biru safir. Bibirnya selalu
menyunggingkan senyum dan tangannya terjulur untuk menikmati hembusan angin.
Para warga di sekitar tampak takjub seraya memberi hormat dan menyapa gadis
tersebut. Namanya Marry Aubree umur 12 tahun, putri tunggal keluarga Aubree
konglongmerat terkaya di London pemilik sebagian besar perusahaan tekstile yang
berada di Inggris.
Hari
ini keluarga Aubree akan menempati rumah baru peninggalan Ratu Elizabeth II.
Keluarga Aubree memang sangat terkenal kemasyurannya dan dikenal dekat dengan
keluarga kerajaan Inggris. Rumah baru keluarga Aubree berada di sekitar Carnaby
Street. Bentuknya menyerupai kastil mini dengan ukiran abstrak di pintunya yang
terbuat dari pohon pinus yang tiada henti menyebar aroma pinus. Di belakang
terdapat danau yang airnya sangat jernih. Sangat indah tentunya, namun Marry
tampak gelisah. Sejak pertama dia melihat rumah ini sepertinya ada yang tidak
beres. Dia berusaha memberitahu kedua orang tuanya namun orang tuanya hanya
menganggap bahwa Marry terlalu lelah dan meskipun mereka harus kembali, rumah
mereka yang lama sudah resmi terjual.
Marry
tampak gelisah, namun ada suatu hal yang menariknya untuk lebih memasuki rumah
itu. Marry berjalan selangkah demi selangkah memasuki rumah itu dan benar-benar
dibuat terngangga dengan arsitektur di dalam maupun di luar rumah, begitu
menakjubkan. Marry menemukan sebuah tangga spiral yang menghubungkan lantai 1
dengan lantai 2 di rumah tersebut. Sampai akhirnya di lantai 2 dia menemukan
sebuah ruangan yang berisi banyak sekali buku-buku. Ruangan itu sangat kuno
dengan aroma pinus yang menyengat di mana-mana dengan debu-debu tebal yang
membuat Marry terbatuk-batuk dan sesak begitu menghirup udara di perpustakaan
besar ini. Perpustakaan besar ini memiliki luas 7x3 meter di dalamnya terdapat
beberapa tangga untuk menjangkau buku-buku yang diletakkan di rak tertinggi.
Rak-rak buku disusun secara simetris sesuai dengan tahun terbit bukunya. Marry
tersenyum simpul, matanya tak lepas dari buku-buku yang baginya begitu
menakjubkan, sampai dia menemukan sebuah buku dengan warna sampul coklat
terbuat dari daun pohon maple dengan tulisan Yunani kuno yang diukir timbul
“Cave Inimicum”. Marry penasaran, diambilnya sebuah tangga untuk menjangkau
buku tersebut. Dilihat dari tata peletakkan dan tingginya buku tersebut
sepertinya buku tersebut diterbitkan tahun 1923. Cukup lama mengingat sekarang
sudah tahun 1970. Dengan susah payah akhirnya Marry berhasil mendapatkan buku
tersebut. Marry mengernyit, sepertinya ini bukan buku sembarangan.Eh, buku
mantra kuno.
Marry
segera berlari ke sebuah meja yang berada di tengah perpustakaan. Meja itu
terbuat dari pohon pinus dengan sebuah telfon putar yang juga terbuat dari kayu
pohon pinus. Marry mulai membuka buku tersebut, dahinya mengernyit. Mengerikan,
buku ini mengerikan. Marry ketakutan, tubuhnya menggigil hebat, tangannya
bergetar dan untuk beberapa saat dia merasa tangannya tak mau berhenti membuka
lembar demi lembar buku tersebut yang menggambarkan berbagai macam kutukan
dengan setting rumah barunya ini. Matanya melotot membesar seperti ingin
menangis. Demi Tuhan Marry sangat ketakutan, dia tidak bisa mengontrol semua
ini. Apa yang sebenarnya terjadi?
KRING....KRINGGGG
Marry
terjeblak ke belakang sehingga membuat buku tersebut jatuh. Marry tersengal-sengal
dia ketakutan, nafasnya terengah menatap buku dan telfon secara bergantian.
Dering telefon tidak berhenti bahkan terdengar semakin nyaring memekik ke
penjuru ruangan. Marry bangun, tangannya yang gemetar terjulur untuk mengangkat
telefon tersebut. Terdengar bunyi sayup-sayup di seberang telefon membuat bibir
Marry kelu. Siapa yang menelfon? Kenapa?
“Hallo, ini Marry?” terdengar suara wanita paruh baya di seberang
telefon. Ibunya? Pikir Marry. Kenapa?
“Maafkan ibu dan ayah sepertinya kita tidak bisa pindah hari ini karena
ibu dan ayah akan pulang larut malam, hati-hati lah di rumah Marry, jangan
membuka kan pintu sembarangan. Kami mencintaimu Marry”
Tut...tut...tut
Bunyi
tanda bahwa yang menelfon telah memutus sambungannya. Marry melemas tangannya
melepaskan gagang telefon tersebut sehingga menggantung bebas. Marry terdiam
kemudian memekik ketakutan.
Komentar
Posting Komentar